Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa anak-anak yang fasih berbahasa ibu menunjukkan perkembangan kognitif dan peningkatan intelektual yang lebih cepat. Selain itu, kecakapan berbahasa daerah juga erat hubungannya dengan perkembangan kemampuan literasi dan keterampilan berkomunikasi.
“Keduanya merupakan fondasi kemampuan yang perlu ditanamkan sejak usia dini. Pada saat yang sama, berkomunikasi dalam bahasa daerah juga dapat mempererat ikatan kekeluargaan dan kebersamaan di lingkungan rumah,” tekannya dalam pembukaan Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) Tahun 2024 di Jakarta, Kamis (2/5).
Di tengah era globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin cepat, bahasa daerah seolah semakin kehilangan tempatnya karena bahasa asing sering dianggap lebih penting dan lebih tinggi derajatnya. Perspektif seperti ini perlu diubah. Bahasa daerah perlu terus lestari dan dikembangkan karena merupakan bagian penting dari identitas budaya yang kita miliki.
Sebab, jika bahasa daerah tidak digunakan lagi, berarti warisan pengetahuan lokal telah hilang. Padahal, pengetahuan lokal menyimpan gagasan-gagasan yang relevan dengan kehidupan saat ini, seperti bergotong royong sesama manusia, atau hidup berdampingan secara harmonis dengan alam sekitar.
“Adik-adik para penutur bahasa daerah muda ini adalah harapan Indonesia untuk terus menjadi bangsa yang besar karena warisan budayanya karena kearifan lokalnya yang beragam,” tuturnya.
Melalui kesempatan ini, Franka Makarim mengajak semua pihak untuk mengupayakan pelestarian bahasa daerah melalui peran keluarga, misalnya (1) membiasakan penggunaan bahasa daerah di rumah, (2) mengajarkan bahasa daerah melalui permainan atau lagu, (3) melibatkan anak-anak pada peringatan hari besar atau acara budaya, (4) mengajarkan pengetahuan lokal melalui cerita rakyat, (5) memanfaatkan berbagai media untuk memperkuat bahasa daerah, (6) mendorong anak-anak mengekspresikan diri menggunakan bahasa daerah misalnya dengan menulis puisi, cerita pendek, atau karya-karya lainnya, (7) melibatkan anak dalam kegiatan komunitas penggerak bahasa daerah, serta (8) menjalin kolaborasi dengan sekolah terkait pengajaran bahasa daerah.
Selain itu, ia juga mengajak agar semua orang tua dapat terus bersinergi dalam menumbuhkan tuna-tuna bahasa ibu, harapan masa depan Indonesia. “Dan untuk para peserta FTBIN, saya ucapkan selamat atas keberhasilan adik-adik semua untuk bisa menampilkan karya-karya terbaiknya di tingkat nasional. Teruslah bersemangat untuk melestarikan bahasa daerah dan mencintai budaya Indonesia,” tutupnya.
Peserta FTBI, Asilla Agustina dari SDN 007, Provinsi Kalimantan Timur mengaku bangga bisa hadir di Jakarta untuk pertama kalinya. Ia tak menyangka meremehkan daerah di rumah dan sekolah bisa tampil di acara puncak FTBI. “Sungguh, senang sekali karena tidak menyangka. Saya sendiri berpikir senang berbahasa daerah membuat saya tertarik dan merasa dekat dengan daerah asal saya,” ungkapnya.
Sebagai putra daerah, Asilla merasa bangga karena rutinitasnya berbahasa daerah secara langsung merupakan wujud nyata pelestarian bahasa daerah. “Meskipun ini mungkin hanya langkah kecil dari saya, tapi semua bahasa daerah harus terus dilestarikan,” harap Asilla yang tampil memukau bernyanyi dalam sebuah grup lagu medley di puncak acara FTBI.
Pengalaman yang sama juga dirasakan oleh Navika Rivalna yang berasal dari SD Haurpanggung 1 Garut, Jawa Barat. Berawal dari kesenangannya bermain borangan, tak disangka kemahirannya tersebut bisa membawa Navika ke Jakarta untuk menyaksikan kemeriahan puncak FTBI. “Senang sekali bisa ikut di sini. Ini pertama kali saya ke Jakarta. Tidak sabar untuk jalan-jalan ke Monas (Monumen Nasional),” tutur Navika antusias.
Ia berharap, anak-anak semakin tertarik untuk mengenal seni budaya daerahnya karena banyaknya sekali aktivitas berbahasa daerah yang seru untuk dimainkan. “Borangan, dongeng, menari, dan lain-lain. Yuk, kita bangkitkan kejayaan bahasa daerah di wilayah masing-masing,” ajaknya.(SK)
Sumber : Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 145/sipers/A6/V/2024