Depok – Suara Kota |
Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Depok, Luki Leonaldo, mengecam keras pernyataan Ketua Karang Taruna (Katar) Kelurahan Mampang, Andi Widyan, yang beredar di salah satu media massa terkait dugaan pelecehan verbal yang dilakukannya.
Dalam pernyataan itu, Andi menantang dan melecehkan profesi jurnalis dengan menyebut mereka sebagai penyebar informasi bohong atau hoaks.
“Pihak-pihak yang telah membuat dan menyebarkan berita bohong tersebut untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada saya, keluarga besar dan masyarakat,” kata Andi seperti di Radardepok.com beberapa waktu lalu.
Pernyataan tersebut memicu kemarahan Luki dan sejumlah wartawan lainnya.
“Nanti saya hadirkan sejumlah ibu rumah tangga yang juga mengalami pelecehan verbal oleh yang bersangkutan,” ujar Luki melalui keterangan resminya, Kamis (6/11/2025).
Luki mengaku telah menggali informasi dari warga Kelurahan Mampang, Pancoran Mas. Hasilnya, banyak yang mengaku mengalami pelecehan verbal serupa yang dialami adiknya, MTA, korban yang diduga menjadi target “predator seksual” yang sama.
“Meski hanya pelecehan verbal, hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Apalagi sebagian besar korban adalah wanita bersuami,” tegasnya.
Lebih lanjut, hasil investigasi Luki menemukan fakta baru. Sejumlah warga Mampang mengaku Ketua Katar meminta imbalan saat melakukan survei penerima Bantuan Sosial dari pemerintah. Beberapa ibu rumah tangga mengaku diminta uang “bensin” saat bantuan dicairkan.
“Kalau ini masih dibantah, saya siap hadirkan bukti dan saksi,” kata Luki dengan tegas.
Luki juga menyayangkan sikap Ketua Katar Mampang yang dianggap sombong dan arogan. Menyebut wartawan sebagai penyebar berita bohong bukan hanya pelecehan, tapi penghinaan terhadap profesi.
“Bukannya mengakui kesalahan dan meminta maaf, dia malah menantang wartawan. Baiklah, kita terima tantangan itu. Jika perlu, saya akan hadirkan ibu-ibu korban si predator itu,” pungkasnya.
Lebih jauh, Luki mengungkapkan, sejumlah korban sudah berencana melaporkan kasus ini ke Kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut. “Ini bukan sekadar masalah moral, tapi sudah masuk ranah pidana. Korban berhak mendapat keadilan,” jelasnya.
(SK/Martchel)














