Depok – Suara Kota |
Komisi D DPRD Kota Depok menyoroti pemutusan hubungan kerja (PHK) dua karyawan perusahaan swalayan Tip Top yang diduga berkaitan dengan kasus penggelapan dana perusahaan dan manipulasi laporan keuangan terkait program CSR.
Anggota Komisi DPRD Kota Depok, Siswanto mengatakan, sengketa PHK dua karyawan ini sudah muncul sejak 2024 dan belum menemukan titik temu meskipun telah diupayakan mediasi tripartit antara karyawan, manajemen Tip Top, dan Dinas Tenaga Kerja. Kedua karyawan yang ter-PHK tersebut disebut telah bekerja puluhan tahun di perusahaan.
“Status dua orang ini tetap dirumahkan oleh Tip Top. Kami ingin tahu kronologis utuh, sehingga muncul kesimpulan bahwa Tiptop ini memang sudah bersikukuh menyelesaikan hubungan kerja dengan dua karyawan itu,” kata Siswanto pada wartawan diruang kerjanya, Kamis (16/10/2025).

Menurut Siswanto, pihak manajemen Tip Top menyebut bahwa kedua karyawan tersebut diduga melakukan kesalahan berupa penggelapan dana yang dialokasikan untuk CSR atau kegiatan karyawan.
“Mereka bersedia mengembalikan keuangan yang dianggap digelapkan, tetapi tidak menerima uang pesangon,” bebernya.
Mantan jurnalis ini juga berpendapat, meskipun hanya dua orang, PHK tersebut dapat berdampak terhadap angka pengangguran di Depok, sehingga diharapkan ada kebijakan bijak dari manajemen Tip Top dalam menangani kasus ini. Dalam forum itu, Komisi D mengusulkan agar Tip Top membayar uang pesangon masing-masing karyawan senilai Rp 50–60 juta, disesuaikan masa kerja mereka.
Siswanto menegaskan bahwa jika keputusan Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan secara sepihak, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jika mediasi gagal, maka jalur berikutnya adalah Pengadilan Hubungan Industrial.
Dugaan Kasus Lama & Manipulasi CSR
Lebih jauh, Siswanto menyinggung bahwa kasus penggelapan di Tip Top bukan suguhan baru. Menurutnya, pada 2017 pernah muncul dugaan penggelapan atau manipulasi laporan keuangan sebesar Rp 2,2-2,5 miliar terkait pembelian susu merek “Bear Brand” (versi yang disampaikan) yang digunakan dalam program perusahaan.
Siswanto mengungkap bahwa laporan tersebut sudah sempat dilaporkan ke pihak Kepolisian oleh pihak Tip Top, namun hingga kini belum ada kejelasan atau tindakan lebih lanjut
“Perusahaan ini pernah laporan ke Polisi, tetapi tidak punya kekuatan untuk men-pressure pihak kepolisian mengusut itu. Indikasi pelakunya sama dari 2017 sampai 2024. Namun bisa juga bukan dua orang ini,” ungkapnya.
Kasus manipulasi CSR yang disebut juga dalam transkrip adalah acara mini-soccer dan kegiatan internal karyawan yang diduga fiktif. Siswanto menyebut bahwa laporan pertanggungjawaban biaya sewa lapangan dalam acara tersebut dicantumkan padahal lapangan telah tutup enam bulan sebelumnya.
Komisi D akhirnya menyimpulkan bahwa keputusan Tiptop untuk menutup kembali pintu bagi kedua karyawan itu telah “final”. Jika manajemen tetap ngotot, Komisi D mendorong agar hak-hak karyawan dipenuhi, termasuk jika perkara dilanjutkan ke jalur pengadilan hubungan industrial.
(SK/Martchel)